• Tentang UGM
  • Fakultas Teknik
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
Fakultas Teknik
Pusat Kajian Sumberdaya Bumi Non-Konvensional
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Selamat Datang
    • Sambutan Rektor UGM
    • Perjalanan Kami
    • Pengurus
    • Mitra
    • Peneliti
    • Hubungi Kami
  • Artikel
  • Berita & Acara
  • Penelitian
    • Penelitian Kami
    • Topik Penelitian
    • CCUS
  • Publikasi
    • Paten
    • Jurnal
    • Prosiding Seminar
  • Perspektif
  • EASTEM – UGM
    • UGM
    • EASTEM
    • SGLC-ERIC
      • About SGLC-ERIC
      • Activities
  • Beranda
  • indonesia
  • indonesia
Arsip:

indonesia

Webinar UGRG Seri #2 – Downstream Mineral Processing, Key to Optimize Mineral Utilization

Berita & Acara Saturday, 14 November 2020

Dalam rangka pengolahan mineral lokal strategis Indonesia berbasis low cost dan zero waste technology diperlukannya kolaborasi semua pihak baik pemerintah, industri, maupun peneliti dan perguruan tinggi, serta harmonisasi kebijakan hulu-hilir minerba. Pengembangan teknologi pengolahan minerba perlu difokuskan kepada pemanfaatan potensi dan karakteristik sumber daya mineral dalam negeri.

Sebagian dari peserta Webinar UGRG Seri 2 (Foto: Dokumentasi UGRG)

Pusat Kajian Sumberdaya Bumi Non-Konvensional (atau disebut juga Unconventional Geo-Resources Researh Group – UGRG) telah menyelenggarakan Webinar Seri # 2 melalui platform Zoom pada Jumat (13/11/2020) pada pukul 15.00 WIB, diikuti oleh +87 peserta. Webinar ini dipandu oleh Bapak Himawan Tri Bayu Murti Petrus, D. Eng. sebagai moderator dengan menghadirkan dua pembicara yaitu Dr. Raden Sukhyar dan Dr. Eng. Widi Astuti.

Sesi pertama dibuka dengan pemaparan oleh Dr. Raden Sukhyar mengenai mineral based downstream industry in Indonesia. Sesi kedua dilanjutkan oleh Dr. Eng. Widi Astuti yang membahas tentang peran penelitian pada industri hilir mineral. Dari keseluruhan materi yang dibawakan dengan sangat menarik oleh para pembicara, terdapat pesan penting dalam rangka pengolahan mineral lokal strategis Indonesia berbasis low cost dan zero waste technology yaitu diperlukannya kolaborasi semua pihak baik pemerintah, industri, maupun peneliti dan perguruan tinggi, serta harmonisasi kebijakan hulu-hilir minerba. Pengembangan teknologi pengolahan minerba perlu difokuskan kepada pemanfaatan potensi dan karakteristik sumber daya mineral dalam negeri. Materi dan sertifikat peserta dapat diunduh pada link ini (Materi & Sertifikat Webinar #2).

Webinar ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif. Hal tersebut terlihat dari antusias para peserta yang bertanya dan mengikuti diskusi. Segenap tim UGRG mengucapkan terima kasih kepada seluruh pembicara dan peserta Webinar UGRG Seri 2 yang berjumlah +87 orang. UGRG sadar bahwa untuk bisa membuat perubahan yang kita inginkan tidak dapat dilakukan sendirian, oleh karena itu kami mengajak seluruh sobat Unconventional yang memiliki kesadaran terhadap sumber energi masa depan Indonesia untuk berkolaborasi melakukan kajian tentang dan sumberdaya bumi non-konvensional di Indonesia secara komprehensif dari hulu ke hilir, demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Lebih lanjut, kami berharap dapat bertemu dan berdiskusi kembali pada Webinar UGRG Seri 3 yang akan dilaksanakan pada 27 November 2020. Pendaftaran Webinar Seri #3 telah dibuka pada Senin, 16 November 2020. Isi formulir pendaftaran pada link s.id/WebinarUGRG.

Acara Webinar UGRG Seri #3

Materi dan sertifikat peserta dapat diunduh pada link ini (Materi & Sertifikat Webinar #2).

Our partner in this event :

Limbah Padat Pembakaran Batubara: Potensi Sumber Daya Non-Konvensional di Masa Depan?

Artikel Thursday, 28 May 2020

Limbah padat pembakaran batubara, pucuk dicinta ulam pun tiba.

Timbunan abu hasil pembakaran batubara salah satu PLTU di Sumatra Barat (Sumber: dokumentasi F. Anggara)

Kebijakan energi nasional menetapkan target bauran energi primer di Indonesia pada tahun 2025 dengan komposisi komoditas minyak (20%), gas (30%), batubara (33%), serta energi baru dan terbarukan (17%). Permintaan energi tersebut didominasi oleh konsumsi listrik dan diperkirakan akan terus meningkat didorong oleh pembangunan ekonomi dan populasi yang tumbuh cepat. Untuk dapat menyeimbangkan permintaan energi ini, pemerintah Indonesia telah menetapkan target untuk pembangkit listrik hingga 135,5 GW pada tahun 2025, dituangkan dalam Peraturan Presiden (PerPres) No.22/2017. Peningkatan konsumsi batubara yang signifikan di sektor pembangkit listrik dari 56 juta ton pada 2006 menjadi 123,2 juta ton pada 2025 akan menghasilkan 11,38 juta ton FABA. Hal ini tentu memberikan peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Lalu, sebenarnya apakah FABA itu dan dapatkah kita memanfaatkan peluang dari permasalahan limbah FABA sebagai substitusi sumber daya masa depan?

Apa yang dimaksud dengan FABA?

Sistem pembakaran batubara PLTU pada umumnya adalah fluidized bed system yaitu sistem saat udara ditiup dari bawah menggunakan blower sehingga benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik ini merupakan teknik yang paling efisien dalam menghasilkan energi, namun menghasilkan limbah abu terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu tersebut disebut dengan fly ash dan bottom ash atau kerap disingkat sebagai FABA. Abu terbang (fly ash) didefinisikan sebagai butiran halus hasil residu pembakaran batubara yang merupakan hasil penguraian mineral silikat, sulfat, sulfida, karbonat, dan oksida yang terdapat dalam batubara (ASTM C.618). Pembakaran batubara di pembangkit listrik berlangsung pada suhu antara 1.100 – 1.500 ºC. Pada kondisi ini akan terjadi perubahan secara kimia dan fisika, sehingga komposisi abu sisa pembakaran akan jauh berbeda dengan komposisi mineral aslinya. Sedangkan, abu dasar atau lebih dikenal dengan bottom ash adalah sisa proses pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat dari pada fly ash, sehingga akan jatuh pada dasar tungku pembakaran (boiler). Komposisi kimia dari bottom ash sebagian besar tersusun dari unsur-unsur Si, Al, Fe, Ca, serta Mg, S, Na, dan unsur kimia lain (Kinasthi et al., 2018).

FABA sebagai sumber daya non-konvensional masa depan Indonesia

FABA dikategorikan sebagai limbah padat berbahaya dan beracun yang dapat mempengaruhi semua makhluk (tanaman, hewan, dan manusia) (Bashkin dan Wongyai, 2002; Dai et al., 2005, dalam Anggara et al., 2018). Di Indonesia sendiri, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 menyebutkan FABA merupakan limbah B3. Menghadapi sejumlah besar FABA yang akan dihasilkan dari produksi pembangkit listrik tenaga batubara di masa depan, pembuangan tentu akan menjadi masalah besar karena diperlukan lahan yang luas dan tidak mengganggu ekosistem lingkungan sekitarnya. Di sisi lain, FABA sebenarnya masih dapat dimanfaatkan lagi menjadi substitusi bahan baku atau sebagai substitusi sumberdaya non-konvensional masa depan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Beberapa pemanfaatan FABA telah diusulkan dari hasil penelitian para ahli antara lain pemanfaatan sebagai bahan baku semen, beton, isian struktural (Duminda et al., 2014), stabilisasi tanah, pertanian (Yao et al., 2015), dan ekstraksi elemen-elemen berharga (Dai dan Finkelman, 2018). Tidak terkecuali di Indonesia, penelitian-penelitian dengan topik pemanfaatan FABA telah banyak dilakukan. Pusat Kajian Sumberdaya Bumi Non-Konvensional Fakultas Teknik UGM juga telah melakukan beberapa penelitian terkait pemanfaatan FABA sebagai sumber daya alternatif di masa depan, antara lain penemuan elemen-elemen berharga seperti cenospheres (Hirajima et al., 2008; Hirajima et al., 2010; Petrus et al., 2011) dan potensi ekstraksi elemen unsur tanah jarang dan yttrium (Anggara, et al., 2018; Rosita et al., 2020,dll.) yang sangat menjanjikan potensinya di masa depan. Rendahnya unsur radioaktif dalam batubara juga memberikan kemudahan dalam proses ekstraksinya.

Bagaikan peribahasa pucuk dicinta ulam pun tiba, produk sampingan pembakaran batubara (FABA) ternyata dapat memberikan nilai tambah bagi komoditas batubara sebagai alternatif sumber daya non-konvensional unsur-unsur jarang dan berharga (valuable elements) yang sangat menjanjikan nilai ekonomi dan permintaannya di masa depan, sekaligus mewujudkan pemenuhan energi berwawasan lingkungan.

SUMBER:

  • Anggara, F., et al. (2018). Rare Earth Element and Yttrium Content of Coal in the Banko Coalfield, South Sumatra Basin, Indonesia: Contributions from Tonstein Layers. Proceeding of International Journal of Coal Geology. vol. 196. pp. 159–172.
  • Dai, S., Finkelman, R.B., 2018. Coal as a promising source of critical elements: Progress and future prospects. Int. J. Coal Geol. 186, 155–164. https://doi.org/10.1016/j.coal.2017.06.005
  • Hirajima, T., Oosako, Y., Nonaka, M., Petrus, H., Sasaki, K., and Ando, T., 2008, Recovery of hollow and spherical particles from coal fly ash by wet separation process, Journal of MMIJ 124 (12), 878-884
  • Hirajima, T., Petrus, H., Oosako, Y., Nonaka, M., Sasaki, K., and Ando, T., Recovery of cenospheres from coal fly ash using a dry separation process: Separation estimation and potential application, International Journal of Mineral Processing 95 (1-4), 2010, pp. 18-24.
  • Petrus, H., Hirajima, T., Oosako, Y., Nonaka, M., Sasaki, K., and Ando, T., 2011, Performance of dry-separation processes in the recovery of cenospheres from fly ash and their implementation in a recovery unit, International Journal of Mineral Processing 98 (1-2), 15-23.
  • Rosita, W. Bendiyasa, I., Perdana, I., Anggara, F., 2020. Recovery of rare earth elements and Yttrium from Indonesia coal fly ash using sulphuric acid leaching. AIP Conference Proceedings.
  • Yao, Z.T., Ji, X.S., Sarker, P.K., Tang, J.H., Ge, L.Q., Xia, M.S., Xi, Y.Q., 2015. A comprehensive review on the applications of coal fly ash. Earth-Science Rev. 141, 105–121. https://doi.org/10.1016/j.earscirev.2014.11.016

Batubara Sebagai Sumber Energi: Asal, Jenis, dan Kegunaannya

Artikel Friday, 8 May 2020

Batubara, si hitam manis yang sering disebut sebagai emas hitam

 

Singkapan batubara di daerah Ombilin, Sumatra Barat. (Sumber: dokumentasi tim UGRG)

Apabila kita berbicara tentang batubara, tentu kita sepakat bahwa batubara termasuk sumber daya Indonesia yang berharga dan tidak dapat kita lepaskan dari kehidupan sehari-hari. Minimal kita dapat menikmati aliran listrik dirumah, di kantor maupun di pertokoan berkat batubara si hitam manis, yang kerap disebut sebagai emas hitam. Artikel ini diharapkan dapat menambah wawasan kita mengenai batubara secara umum.

Apa saja kegunaan batubara?

Batubara merupakan salah satu sumber energi yang penting bagi dunia, yang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik sebesar hampir 40% di seluruh dunia (Anonim, 2005). Batubara telah memainkan peran yang sangat penting selama berabad-abad, tidak hanya membangkitkan listrik, namun juga merupakan bahan bakar utama bagi produksi baja, semen, pusat pengolahan alumina, pabrik kertas, industri kimia, serta farmasi. Selain itu, terdapat pula produk-produk hasil sampingan batubara, antara lain sabun, aspirin, zat pelarut, pewarna, plastik, dan fiber (Anonim, 2005). Apakah anda terkejut mengetahui betapa bergunanya material hitam ini? Sekarang anda pasti tertarik untuk mengenal batubara lebih jauh.

Apakah batubara itu dan bagaimana batubara bisa terbentuk?

Batubara adalah akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang mati dan tidak sempat mengalami pembusukan secara sempurna, yang kemudian terpreservasi dengan baik dalam kondisi bebas oksigen (anaerobic) misalnya pada bagian bawah dari suatu danau atau pada endapan/sedimen berbutir sangat halus. Proses penimbunan tersebut terjadi bersamaan dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) yang memungkinkan sisa-sisa tumbuhan terakumulasi hingga sangat dalam. Akibat penimbunan, material tumbuhan terkena suhu dan tekanan tinggi yang menyebabkan perubahan fisika dan kimiawi. Selama tahap tersebut persentase hidrogen dan oksigen akan berkurang, sedangkan persentase karbon akan meningkat. Hasil akhirnya adalah suatu material yang mengandung karbon lebih dari 50% berdasarkan berat dan 70% berdasarkan volume, yang kita sebut sebagai batubara (Gambar 1).

Gambar 1. Ilustrasi proses pembatubaraan (Grab et al., 2006 dalam Flores, 2014)

Apa saja jenis batubara?

Batubara memiliki karakteristik dan jenis yang berbeda. Faktor-faktor yang menentukan karakter dari batubara antara lain jenis tumbuhan penyusun dan pengotor yang terdapat pada batubara tersebut, yang nantinya akan memengaruhi kadar abu pada batubara. Selain itu, suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan merupakan faktor penting dalam pembentukan batubara, yang disebut sebagai maturitas organik. Tahap awal pada pembentukan batubara diawali dengan perubahan material tumbuhan menjadi gambut, yang kemudian berubah menjadi lignit. Seiring dengan bertambahnya suhu dan tekanan, lignit mengalami perubahan secara bertahap menjadi batubara sub-bituminus, kemudian bituminus dan sebagai peringkat tertinggi menjadi antrasit. Batubara dengan peringkat yang lebih tinggi (antrasit) umumnya lebih keras, memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah, dan menghasilkan energi yang lebih banyak. 

Batubara sebagai sumber energi di Indonesia

Permintaan energi Indonesia didominasi oleh konsumsi listrik dan diperkirakan akan meningkat didorong oleh pembangunan ekonomi dan populasi yang tumbuh cepat. Untuk dapat menyeimbangkan permintaan energi ini, pemerintah Indonesia telah menetapkan target untuk pembangkit listrik hingga 135,5 GW pada tahun 2025, dan dituangkan dalam Peraturan Presiden (PerPres) No.22 / 2017. Pasokan energi primer di Indonesia terutama didasarkan pada bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batubara. Kebijakan energi nasional menetapkan proporsi sumber energi pada tahun 2025 yaitu minyak (20%), gas (30%), batubara (33%), dan energi baru-terbarukan (17%). Sektor pembangkit listrik adalah konsumen batubara terbesar di Indonesia. Peningkatan konsumsi batubara sangat signifikan di sektor pembangkit listrik, yaitu dari 56 juta ton pada 2006 dan diperkirakan menjadi 123,2 ton pada 2025. Sementara Indonesia sendiri memiliki sumberdaya batubara (Gambar 2) sebesar 149,009 miliar ton dan cadangan sebesar 37,604 miliar ton (data Badan Geologi pada tahun 2018).

Gambar 2. Peta persebaran batubara di Indonesia (Badan Geologi, 2014)

Mengingat batubara memiliki sifat  tak terbarukan dan dihasilkan dari proses geologi selama puluhan bahkan ratusan juta tahun, maka sangatlah disayangkan apabila pemanfaatannya tidak memiliki nilai tambah. Selain itu, pembakaran batubara untuk keperluan pembangkit listrik juga menghasilkan “limbah padat berbahaya dan beracun”. Pengembangan dan penelitian harus dilakukan terkait dengan penggunaan batubara dan pemanfaatan limbah batubara, antara lain gas metana batubara (coal bed methane), batubara tercairkan (liquified coal), batubara tergaskan (gasified coal), atau pemanfaatan “limbah” batubara untuk menghasilkan sumberdaya non-konvensional yang menambah nilai dan efisiensi penggunaan batubara di Indonesia (Baca artikel: Limbah Padat Pembakaran Batubara: Potensi Sumber Daya Non-Konvensional di Masa Depan?).

SUMBER:

  • Anonim, 2005. Sumber Daya Batubara: Tinjauan Lengkap Mengenai Batubara, World Coal Institute https://www.worldcoal.org/file_validate.php?file=coal_resource_indonesian.pdf
  • Anonim, 2015. Rencana Strategis Badan Geologi 2015-2019, Badan Geologi KESDM, Jakarta. 275 p.
  • Flores, R., 2014. Coal and Coalbed Gas st Edition Fueling the Future. Elsevier Science. 720 p.
  • Diessel, C.F.K., 1992. Coal-Bearing Depositional Systems, Springer Berlin Heidelberg, Berlin, Heidelberg. 721 p.
  • Suprapto, S., 2014. Karakteristik dan Pemanfaatan Batubara: Solusi dalam Keberlimpahan Batubara di Indonesia,  Jakarta, Badan Litbang ESDM. 105 p.

Sumber Daya Geologi Indonesia

Artikel Friday, 1 May 2020

Orang bilang tanah kita tanah surga -lirik lagu Kolam Susu, Koes Plus.

Persebaran potensi sumber daya geologi batubara & mineral di Indonesia (Sumber: Kementerian ESDM, 2020)

Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Begitulah penggalan lirik lagu Kolam Susu yang dibawakan oleh band legendaris Indonesia, Koes Plus. Lirik lagu tersebut menggambarkan betapa kayanya negara kita akan sumber daya baik sumber daya laut, hutan, maupun sumber daya geologinya. Memang tidak berlebihan apabila kita menyebut bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya geologi. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2020, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk negara dengan kekayaan sumber daya geologi terbesar. Seperti terlihat pada gambar di atas Indonesia sebagai negara kepulauan dari Sabang sampai Merauke memiliki kekayaan sumber daya geologi yang tersebar dan beragam jenis.

Kekayaan sumber daya geologi yang dimiliki Indonesia juga beragam mulai dari bahan galian radioaktif, bahan galian logam, bahan galian non-logam, dan bahan galian batuan serta batubara (UU No. 4 Tahun 2009). Kondisi sumber daya ini tidak lepas dari kondisi geologi regional Indonesia yang berada pada titik dimana lempeng benua dan lempeng samudera bertemu (zona subduksi). Secara umum, hampir semua orang telah mempelajari kedudukan Indonesia yang dilalui oleh cincin api atau sering disebut sebagai ring of fire. Garis cincin api Indonesia tersebut memanjang dari Pulau Sumatera hingga ke Pulau Jawa, Sulawesi, dan Papua. Zona ini memberikan dampak penting dalam proses terbentuknya sumber daya geologi.

Terdapat beberapa jenis sumber daya geologi berupa mineral logam yang menjadi komoditas andalan Indonesia diantaranya adalah besi, emas primer, tembaga, nikel, bauksit, dan perak. Berdasarkan Data Badan Geologi pada tahun 2018 melaporkan bahwa sumber daya tembaga mencapai 12.468,35 juta ton, besi 12.079,45 juta ton, emas primer 11.402.33 juta ton, nikel 9.311.06 juta ton, perak 6.433,01 juta ton, bauksit 3.301,33 juta ton, dan timah 3.878,29 juta ton. Bauksit banyak dijumpai di Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat. Nikel banyak ditemukan di Sulawesi, Maluku, dan Papua Barat (Pulau Gag). Timah dijumpai melimpah di daerah Bangka Belitung dan Riau. Sedangkan emas melimpah di beberapa daerah di Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Papua. Selain mineral-mineral logam tersebut, Indonesia juga memiliki sumber daya geologi komoditas non-logam berupa zeolit, pasir kuarsa, batuan karbonat, marmer, granit, sirtu (pasir dan batu), dan mineral serta batuan non-logam lainnya yang dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.

Gambar 1. Kenampakan daerah dan batuan yang memiliki potensi sumber daya: (a) batubara di daerah Tanjung Enim, (b) bauksit di Tayan, (c) nikel di Pomalaa, dan (d) emas

Sumber daya geologi lainnya yang merupakan kekayaan Indonesia adalah sumber daya energi yang dimanfaatkan atau diekstrak menghasilkan bentuk energi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lebih lanjut. Yang termasuk dalam sumber daya energi adalah batubara, minyak dan gas bumi, serta panas bumi. Batubara di Indonesia tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Cadangan terbukti batubara Indonesia merupakan 3,5% dari total cadangan terbukti di dunia (Ariyono, 2020 dalam situs https://www.esdm.go.id). Selain itu, sekitar 40% cadangan energi panas bumi dunia tersimpan di bawah tanah Indonesia yang dominan terletak di Sumatera, Jawa, dan Bali (investments.com). Sedangkan keterdapatan minyak dan gas bumi tersebar di cekungan-cekungan di wilayah Papua, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Beberapa data tersebut di atas membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya geologi.

Keberadaan sumber daya geologi yang melimpah dapat digunakan menjadi salah satu penunjang kemajuan serta ketahanan suatu negara. Disisi lain, mengingat bahwa sumber daya geologi yang kita miliki saat ini dapat habis suatu saat jika tidak dikelola dengan baik (Baca artikel: Apa Itu Sumberdaya Geologi?) maka diperlukan sistem penanganan dan pengelolaan yang sistematis dan berkelanjutan supaya dapat bertahan hingga generasi ke generasi. Peran aktif kita sebagai putra-putri bangsa harus turut serta menjaga alam dan sumber daya kita, serta berusaha menemukan sumber daya non-konvensional untuk keberlangsungan kehidupan bangsa Indonesia di masa mendatang. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada kita semua untuk mengetahui kondisi dan potensi sumber daya geologi Indonesia, serta perlunya menjaga kelestarian sumber daya geologi Indonesia.

SUMBER:

  • ESDM,Sumber Daya Mineral : Batubara 104.760 Juta Ton, Emas 4.250 Ton, Tembaga 68.960 Ribu Ton, 2009, https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/sumber-daya-mineral-batubara-104760-juta-ton-emas-4250-ton-tembaga-68960-ribu-ton
  • ESDM, Bertemu Media, Dirjen Minerba Jelaskan Potensi Sumber Daya dan Cadangan Minerba, 2020,  https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/bertemu-media-dirjen-minerba-jelaskan-potensi-sumber-daya-dan-cadangan-minerba
  • Herman Wahyudhi “Tambang untuk kehidupan yang lebih baik”, 2016, https://www.kompasiana.com/bacabaca/58287f851e23bd88277531d5/tambang-untuk-kehidupan-yang-lebih-baik?page=all
  • Mineral Strategis di Kabupaten/Kota, 2015, http://webmap.psdg.bgl.esdm.go.id/geosain/neraca-mineral-strategis.php?mode=administrasi
  • https://geoportal.esdm.go.id/minerba/#

Berita Terakhir

  • 8 Peneliti dari 4 Negara Jalani Kolaborasi Riset dengan Tim Peneliti UGRG, UGM terkait Studi Variabilitas Gambut di Taman Nasional Sebangau, Palangka Raya, Kalimantan Tengah
    January 31, 2025
  • Published Article: Characterization and mode of occurrence of rare earth elements and yttrium in fly and bottom ash from coal-fired power plants in Java, Indonesia
    April 2, 2022
  • Mahasiswa UGM Raih Juara 1 pada Young Scientist Symposium Visions For The Future Of Geoscience
    April 1, 2022
  • Focus Group Discussion: Review dan Evaluasi Rencana Jangka Panjang PT. Bukit Asam Tbk
    March 25, 2022
  • Fieldwork: Potensi Critical Elements pada Batubara di Kalimantan Selatan
    March 25, 2022
Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada
Fakultas Teknik

© Pusat Kajian Sumberdaya Bumi Non-Konvensional, Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY