Salah satu singkapan penghasil shale gas di San Donato, Milan, Italia (Maiullaro, 2011)
Sanggupkah Indonesia mewujudkan impian “unconventional hydrocarbon is our future”*?
Oleh: Aulia Agus Patria
Rabu, 20 Juni 2020
Setelah kita membahas mengenai CBM pada kesempatan yang lalu, spektrum berikutnya adalah shale yang diketahui dapat menjadi salah satu sumber daya migas secara non-konvensional. Pada artikel sebelumnya diketahui pula bahwasanya shale merupakan batuan sedimen dengan material organik berkisar 0-50 wt.% dengan permeabilitas dan porositas yang rendah pula tentunya. Lalu bagaimana shale dapat menjadi sumber daya migas?
Gas alam merupakan salah satu sumber daya alam yang termasuk ke dalam fossil fuel yang berasal dari organisme atau makhluk hidup yang telah mengalami penimbunan (burial) dan proses-proses geologi lainnya hingga menghasilkan gas alam. Gas alam sendiri terdiri dari dua jenis yaitu gas alam konvensional dan non-konvensional. Faktor utama yang membedakan keduanya adalah metode ekstraksi, keterdapatannya, serta cost value yang erat kaitannya dengan teknologi untuk proses ekstraksi dan produksi (Mokhatab et al., 2006; Speight, 2014).
Salah satu gas alam yang tergolong dalam gas non-konvensional adalah shale gas. Shale gas merupakan gas alam yang terperangkap dalam batuan atau formasi dengan batuan serpih yang berukuran butir halus dengan karakteristik permeabilitas rendah. Shale atau batuan pembawa shale gas tersebut juga berperan sebagai source rock dan reservoir (Mokhatab et al., 2006; Linley, 2011)
Gambar 1. Model skematis dan konsep ekplorasi hidrokarbon (Zendehboudi, 2017)
Penemuan shale gas dan sejarah eksplorasinya menghadirkan inovasi dan berimplikasi pada ekonomi di beberapa negara. Amerika Serikat sebagai salah satu negara penghasil shale gas menyatakan bahwa target energi negara adidaya tersebut ditargetkan sebesar 50% berasal dari shale gas (Vengosh et al., 2013). Secara umum produksi gas dapat dibagi menjadi lima, yaitu gas konvensional, tight sand gas, coal bed methane, shale gas dan solution gas. Di masa depan, produksi energi akan semakin berfokus pada sumber energi non-konvensional, salah satunya adalah shale gas.
Dilihat dari kacamata ilmu geologi, shale gas merupakan gas alam yang terjebak pada formasi batuan dengan litologi penyusun berupa batuserpih atau shale. Shale gas dapat hadir dan terakumulasi pada formasi tersebut melalui beberapa mekanisme (Maiullari, 2011) diantaranya (1) free gas, yang hadir pada pori batuan dan rekahan, (2) adsorbed gas, yang teradsorbsi pada material organik dan mineral lempung dan (3) dissolved gas, yang hadir pada material organik.
Shale gas berasal dari dua mekanisme pembentukan yaitu secara biogenik pada kondisi tekanan dan kedalaman yang relatif rendah dengan mekanisme utama yaitu aktivitas mikroba anaerobik pada material organik, serta secara termogenik yang terbentuk akibat penambahan tekanan dan suhu akibat pembebanan dan burial yang lebih lanjut. Secara umum, terdapat tiga klasifikasi asal dari shale gas (Speight, 2012; 2013), yaitu terrestial shale, lacustrine shale dan marine shale.
Perkembangan sejarah eksplorasi shale gas di dunia sudah dimulai sejak tahun 1800-an, dimana gas alam diproduksi oleh shale formation di Appalachian Mountains, Amerika Serikat. Kemudian pada tahu 1940 shale gas ditemukan dan diproduksi pada Antrim shale, Cekungan Michigan. Perkembangan teknologi hydraulic fracturing di akhir 1940, mengambil peran penting dalam pengembangan ekplorasi hidrokarbon secara non-konvensional. Teknologi ini secara komersial pertama kali diaplikasikan pada lapangan Velma, Oklahoma dan memiliki dan memiliki dampak positif dalam ekplorasi di berbagai cekungan hingga saat ini. Diketahui bahwa negara dengan cadangan shale gas terbesar diantaranya Amerika Serikat, Canada, China, Australia dan India, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Keterdapatan shale gas di dunia (US Energy Information Department (2011) dalam Zhiltsov (2016))
Di Indonesia sendiri, pengembangan sumber daya non-konvensional sedang hangat untuk diperbincangkan, salah satunya potensi shale gas. Diketahui di Indonesia memiliki potensi shale gas mencapai 574 TCF yang tersebar di seluruh indonesia pada 14 cekungan (ESDM, 2010), seperti terangkum dalam Tabel. 1.
Tabel 1. Potensi shale gas di Indonesia (ESDM, 2010)
Besarnya potensi shale gas ini dapat menjadi potensi bagi energi masa depan Indonesia, sekaligus menjadi tantangan bagi seluruh elemen untuk saling bergotong-royong mewujudkan tagline “Unconventional Hydrocarbon Is Our Future”*.
*Pernyataan oleh Pratama, D., 2019 dalam https://www.skkmigas.go.id/berita/focus-group-discussion-fgd-kajian-parameter-cadangan-shale-gas-dan-shale-oil
Sumber :
Linley D. 2011. Fracking under pressure: the environmental and social impacts and risks of shale gas development. (Toronto): Sustainalytics.
Maiullari G. 2011. Gas shale reservoir: characterization and modelling play shale scenario on wells data base. (San Donato Milanese, Italy): ENI Corporate University.
Mokhatab S, Poe WA, Speight JG. 2006. Handbook of natural gas transmission and processing. (Amsterdam, The Netherlands): Elsevier.
Pusat Data dan Informasi ESDM. 2010. Indonesia energy outlook 2010. Jakarta.
Speight JG. 2014. The chemistry and technology of petroleum. 5th ed. (Boca Raton, FL): CRC Press, Taylor & Francis Group.
Speight JG. 2013. Shale gas production processes. Gulf Professional Publishing.
Speight JG. 2012. Shale oil production processes. Gulf Professional Publishing: Technology & Engineering.
Vengosh A, Warner N, Jackson R, Darrah T. 2013. The effects of shale gas exploration and hydraulic fracturing on the quality of water resources in the United States. Procedia Earth and Planetary Science 2013;7:863e6.
Zendehboudi, S., Bahadori, A., 2015. Shale Oil and Gas Handbook; Theory, Technologies and Challenges, Gulf Professional Publishing, https://doi.org/10.1016/C2014-0-01653-X
Zhiltsov S.S., Zonn I.S. 2016. The Evaluation of the World Potential of Shale Gas Reserves. In: Zhiltsov S. (eds) Shale Gas: Ecology, Politics, Economy. The Handbook of Environmental Chemistry, vol 52. Springer, Cham. https://doi.org/10.1007/698_2016_50
Sarjana Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada tahun kelulusan 2017. Memiliki pengalaman bekerja di bidang laterit di salah satu perusahaan BUMN.
Ikuti Kami!