Geothermal brine mengandung beberapa mineral berharga yang seharusnya dapat dimanfaatkan.
Sebuah kolam yang berisi geothermal brine (Hartog, Baken and Koeman-stein, 2019)
Litium merupakan salah satu mineral yang memiliki manfaat cukup luas di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang energi, industri, farmasi, manufaktur, dan ekonomi (Manao et al., 2012). Di Indonesia sendiri, litium banyak dijumpai sebagai bahan baku baterai untuk kendaraan listrik dan sebagai anoda pada baterai ion litium isi ulang. Kebutuhan akan litium diprediksi akan terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri motor dan mobil listrik. Sayangnya, ketersediaan litium di Indonesia masih sangat minim sehingga sebagian besar kebutuhan baterai litium dipenuhi dengan impor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor baterai litium pada 2016 mencapai 91 juta dollar AS atau Rp 1,18 triliun (Kementerian Perindustrian, 2017). Minimnya ketersediaan litium ini disebabkan oleh kurangnya eksplorasi sumber-sumber litium di Indonesia. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menargetkan pada tahun 2022 Indonesia mampu menghasilkan baterai litium secara mandiri (Widyanuratikah, 2019). Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan sumber alternatif litium yang dapat dieksploitasi. Kira-kira sumber daya alam Indonesia apa yang dapat dijadikan sumber alternatif tersebut?
Geothermal Brine sebagai Sumber Alternatif Litium
Posisi Indonesia yang berada pada jalur cincin api pasifik dengan 129 gunung aktif membuat negeri kita ini memiliki sumber daya panas bumi (geothermal) yang melimpah. Potensi geothermal Indonesia diperkirakan sebesar 29 GW atau 40% dari total potensi di dunia (Henuk and Halawa, 2016). Manifestasi dari geothermal ini berupa fumarol, tanah beruap panas, sinter silica, alterasi hidrotermal, dan mata air panas yang banyak dijumpai di daerah pegunungan (Hariyanto and Narendra Robawa, 2016). Energi geothermal di Indonesia dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik atau biasa disebut dengan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Proses pembangkitan listrik dimulai dengan penyuntikan air ke dalam perut bumi. Air akan mengalami pemanasan sehingga sebagian berubah menjadi uap bertekanan. Uap dan air yang keluar dari sumur produksi dipisahkan menggunakan separator. Uap hasil separasi digunakan untuk menggerakkan turbin dan selanjutnya menjalankan generator untuk menghasilkan listrik. Sedangkan air hasil separasi yang dikenal dengan istilah brine ini tidak terpakai sehingga langsung dikembalikan ke perut bumi (Kusuma et al., 2018). Padahal, hasil penelitian menunjukkan bahwa geothermal brine mengandung beberapa mineral berharga (Si, Li, K, dll) yang seharusnya dapat dimanfaatkan. Dieng, salah satu sumber geothermal di Indonesia, telah diteliti dan diketahui memiliki brine dengan konsentrasi litium sebesar 40-60 ppm (Pambudi et al., 2015). Fakta-fakta di atas membuktikan bahwa geothermal brine berpotensi untuk dijadikan sumber alternatif litium di masa depan. Lalu, bagaimana cara mengekstrak litium dari geothermal brine ini?
Metode Ekstraksi Litium dari Geothermal Brine
Sejak ditemukannya potensi geothermal brine sebagai sumber litium, para peneliti berusaha menciptakan metode dan teknologi ekstraksi yang feasible dan efisien. Pembentukan kerak, korosi, dan beberapa masalah lain menjadi tantangan dalam pengembangan teknologi ini. Melihat tantangan ini, grup riset Unconventional Georesources (UGRG) Fakultas Teknik UGM turut serta berkontribusi dengan melakukan penelitian terkait topik tersebut. Saat ini terdapat 3 metode ekstraksi yang sudah terbukti dapat diaplikasikan antara lain adsorpsi, pertukaran ion, dan elektrodialisis (SAMCO, 2018). Pertama, adsorpsi merupakan metode ekstraksi dengan prinsip penyerapan adsorbat (LiCl) ke permukaan adsorben. Proses ini dilakukan menggunakan kolom ekstraksi yang berisi adsorben berupa LDH (lithium aluminium layered double hydroxide chloride). Adsorben LDH terdiri dari beberapa lapisan [LiAl2(OH)6]+. Lapisan-Lapisan ini terpisahkan oleh molekul air dan ion hidroksida sehingga terbentuk ruang-ruang kosong yang nantinya akan ditempati LiCl. Setelah permukaan adsorben jenuh, dilakukan pencucian untuk mendesorpsi LiCl (Paranthaman et al., 2017). Kedua, pertukaran ion merupakan metode ekstraksi dengan prinsip menukar ion litium yang bermuatan positif dengan ion lain yang bermuatan positif juga dengan media resin. Resin yang digunakan adalah aluminium hidroksida yang berisi ion natrium. Ion natrium tersebut kemudian akan bertukar tempat dengan ion litium melalui proses kimia fisik. Pencucian dilakukan untuk memisahkan ion litium dari resin (Fukuda, 2019). Ketiga, elektrodialisis merupakan metode ekstraksi dengan prinsip transfer litium dari geothermal brine ke konsentrat dengan driving force berupa perbedaan potensial listrik. Reaktor eletrodialisis tersusun dari sebuah wadah yang dibagi menjadi beberapa kompartemen, yaitu elektrolit, diluat, dan konsentrat. Membran penukar ion digunakan sebagai penyekat diantara kompartemen-kompartemen tersebut. Ion yang bermuatan sama dengan membran tidak dapat melewati membran tersebut sehingga tidak bisa berpindah ke kompartemen lain. Membran-membran disusun sedemikian rupa agar ion litium terkonsentrasi di kompartemen konsentrat (Mroczek et al., 2015).
Eksplorasi sumber-sumber alternatif litium harus terus dilakukan agar litium dapat menjadi sumber energi terbarukan untuk mencukupi kebutuhan energi di masa mendatang. Teknologi yang terus berkembang memungkinkan recovery litium dari alam dilakukan dengan biaya yang murah serta ramah lingkungan.
SUMBER:
- Fukuda, H. (2019) ‘Lithium Extraction From Brine’, (July). doi: 10.14288/1.0379929.
- Hariyanto, T. and Narendra Robawa, F. (2016) ‘Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (Studi Kasus : Kawasan Gunung Lawu)’.
- Hartog, N., Baken, A. and Koeman-stein, N. (2019) ‘Eutectic Freeze Crystallization ( Efc ): a Cool Solution for Processing Geothermal Waste Brines ?’, (June), pp. 11–14.
- Henuk, Y. L. and Halawa, A. (2016) ‘Geothermal Potential and Development in Indonesia’, Seminar Nasional ke-3, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, pp. 1–13. Available at: http://ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Geothermal-Potential-and-Development-in-Indonesia.pdf.
- Kementerian Perindustrian (2017) Baterai Lokal Berpotensi Tekan Impor. Available at: https://kemenperin.go.id/artikel/17917/Baterai-Lokal-Berpotensi-Tekan-Impor (Accessed: 17 June 2020).
- Kusuma, G. A. et al. (2018) ‘Analisa Efisiensi Thermal Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong Unit 5 Dan 6 Di Tompaso’, Jurnal Teknik Elektro dan Komputer, 7(2), pp. 123–134. doi: 10.35793/jtek.7.2.2018.19614.
- Manao, R. D. et al. (2012) ‘Recovery Garam Lithium Pada Air Tua ( Bittern ) Dengan Metode Presipitasi’, 1(1), pp. 292–297.
- Mroczek, E. et al. (2015) ‘Lithium Extraction from Wairakei Geothermal Fluid using Electrodialysis’, Proceedings of the World Geothermal Congress 2015, (April), p. 6.
- Paranthaman, M. P. et al. (2017) ‘Recovery of Lithium from Geothermal Brine with Lithium-Aluminum Layered Double Hydroxide Chloride Sorbents’, Environmental Science and Technology, 51(22), pp. 13481–13486. doi: 10.1021/acs.est.7b03464.
- SAMCO (2018) What is The Best Way for Recovering Lithium from Geothermal Brine? Available at: https://www.samcotech.com/best-way-recovering-lithium-from-geothermal-brine/ (Accessed: 19 June 2020).
- Widyanuratikah, I. (2019) ‘2022, Indonesia Targetkan Mampu Buat Baterai Lithium’. Available at: https://republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/pseoh7368/2022-indonesia-targetkan-mampu-buat-baterai-lithium.
Priskila Natalia
Priskila Natalia is an enthusiastic person who enjoys a challenge and achieving personal goals. She has a responsible approach to any task that she undertakes. She has a passion for creating innovative new ideas to solve problems.
Ikuti Kami!